PRINSIP NOL SAMPAH
Ikhtiar Nol Sampah ( Zero Waste) di lingkungan kerja PT Cipta Visi Sinar Kencana (CVSK) termasuk KencanaOnline Cafe & Eatery - Kece
telah berlangsung lebih dari 5 (lima) tahun, artinya kami tidak
membuang sampah keluar ( hehehe....bisa di check lho ke petugas sampah
RW 03, RT 5 Ds Desa Langonsari, Kecamatan Pameungpeuk Bandung).
Limbah plastik dan sampah kering dijadikan bahan baku minyak bakar,
sementara organik jadi Biogas, Bio Elektrik dan Pupuk jadi media tanam aneka tanaman termasuk aloe vera varietas chinensis. Awas jangan
tertukar, kalau buat bahan pangan, tidak sembarang lidah buaya lho.
PRODUKSI SARI BUAH DAN OLAHAN ALOE VERA, MENAMBAH LIMBAH DUKUNG #MANDIRIPANGANDANENERGI
Produk yang baru kami lakukan berupa Sari Buah dan olahan aloe vera telah menambah jumlah
limbah, berupa kulit dan ampas buah. Maka, hampir pasti, kapasitas
digester 20 m3 penuh terisi tiap hari menghasilkan energi dan media
tanam. Dari slurry digester inilah terdapat kompos bahan utama media tanam yang kemudian
menghasilkan daun atau pelepah lidah buaya untuk diolah jadi bahan
pangan.
Hasil olah lidah buaya telah jadi produk yang baik
pasarnya. Produk pangan sehat KECE meliputi sirup, jelly, permen, dodol dan aneka nata de aloe. Disamping produk dari lidah buaya, terdapat sari
buah 100% varian jeruk, nanas, apel, melon, jambu dan buah naga.
Teknik pemasakan Sari buah melalui destilasi sekaligus pasteurisasi,
setelah didahului dengan fermentasi, disamping menghasilkan sari buah bisa tahan lebih 2 (dua) bulan tanpa sedikitpun pengawet, juga diperoleh
bahan selai/ jam dari aneka jenis buah yang enak.
MEMBANGUN PERTANIAN KOTA [URBAN FARMING], HABISKAN SAMPAH
Dari pengalaman membangun dan mengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang
selama ini dirasakan bermasalah dengan residu atau kompos, kini dapat
diikutkan dalam kemitraan bisnis produksi lidah buaya. Besar dan luasnya
pangsa pasar olahan lidah buaya baik bagi kepentingan industri makanan
maupun obat-obatan, memerlukan ribuan Ha budidaya guna memenuhinya.
KEMITRAAN BISNIS DALAM OLAH SAMPAH KOTA MEMBANGUN PERTANIAN PERKOTAAN
Bagi pelanggan PT Cipta Visi Sinar Kencana baik korporasi, perusahaan swasta pemilik masalah sampah maupun instansi pemerintahan terkait kewenangan dengan masalah sampah kota, telah memiliki sekurangnya mesin kompos dan biodigester penghasil biogas kapasitas olah mulai 1 ton/ hari, dapat mengikuti program kemitraan budidaya hingga penjualan hasil daun. Tiap rumpun media tanaman lidah buaya memerlukan 6 kg kompos, sehingga tiap mesin kompos pengolah sampah kapasitas 1 ton/ hari ( IPK RK 1T, atau IPK RKE 1T, maupun ARK 1 T) dan pilihan 1 dari aneka kapasitas Biodigester akan memiliki media tanam untuk 100 rumpun per hari bagi penanaman di kebun maupun pot.
Tiap mesin kompos dan biodigester kapasitas 1 ton/ hari akan hasilkan 600 kg kompos dan dari biodigester terkecil 10 m3 akan dihasilkan 350 liter yang cukup bagi pasokan nutrisi organik terhadap 36.000 pohon/ tahun atau 4 Ha di kebun atau 36.000 pot yang dikelola rumah tangga sekitar lokasi tempat pengolahan sampah terpadu (TPST)..
Jenis bibit lidah buaya jumbo hasil kultur jaringan dari varietas chinensis ini akan berukuran besar ( lebar daun lebih dari 3 cm, panjang daun lebih dari 70 cm dengan kedalaman akar lebih 30 cm) maka, memerlukan pot besar ukuran mulai 60 liter. Jika ditanam di kebun, dengan jarak tanam 150 cm x 70 cm, populasi akan mencapai 7500 rumpun/ Ha.
http://www.sampah.biz/…/habiskan-kompos-untuk-budidaya-lida…
Bandingkan metoda Biophos_kkoGas dengan upah olah sampah ( tiping fee) kepada penanam modal /investor Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPAS) Legoknangka dan ITF Sunter Jakarta akan bertarif di kisaran Rp 381.000 hingga Rp 500.000/ ton. Artinya, penimbul sampah, terutama kawasan komersial ( Mal, hotel, pasar, pabrik, komplek Niaga dan sejenisnya) jika mulai beroperasi nanti, harus bersiap membayar tiap ton atas sampah disetor Rp 381 rb. Itu baru upah olah di TPAS, tentu diluar ongkos mobilisasi, loading/ unloading serta sarana pengumpulan, penyimpanan sementara (container) serta belanja pegawai.
BalasHapusPak Ano, terimakasih atas tanggapannya. Tentu tidak bisa dibandingkan persis antara skala besar dan kecil, tidak apple to apple istilahnya.
BalasHapusNamun, dari pengalaman kami membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di lebih dari 10 lokasi, telah meyakinkan bahwa konfigurasi mesin Biodigester-Piroliser-Komposter-Gasifier adalah paling sesuai dengan karakter sampah di Indonesia.
Insenerator memang cocok di negara2 yang karakter sampahnya dominan anorganik ( kertas, plastik) ketika limbah pertanian di negara maju selesai di kebun dan hulu pertanian. Sementara di negara kita, lebih 50 % justru jenis organik yang memiliki kalori rendah untuk dibangkitkan menjadi energi.
Dan, dalam pandangan dunia usaha dalam negeri, peluang proyek pemusnahan sampah terkonsentrasi skala besar juga dipastikan hanya akan ditawarkan oleh penyedia sumber mesin ( sumber impor) dari negara maju. Dengan jargon pemilik kewenangan bahwa teknologi harus canggih (advance), terbukti (proven) dan penawar mampu (bonafide), diindikasikan pengusaha lokal paling tinggi hanya jadi perantara (makelar). Belum ada, bahkan mungkin tidak akan pernah ada, industri dalam negeri yang telah mampu dan berpengalaman mesin pengolahan sampah skala besar. Berlindung dibalik jargon itu adalah gaya dan cara berfikir para pemilik kewenangan publik di negeri ini, daripada mengembangkan teknologi lokal yang memulai dari skala kecil, bisa repot.
BalasHapushasil kajian riset aksi lapangan (action research) dan pengalaman lebih dari 10 tahun bahwa sampah memberi nilai tambah (added value) lebih baik jika dikelola dengan skala kecil, terdesentralisasi, di lokasi terdekat sumber timbulannya. Dengan terlebih dahulu dikelompokan atas jenis dan karakternya di TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sebagaimana amanat UU No 18/ 2008, tanpa beban mobilisasi memacetkan perkotaan, sampah akan menjadi bahan baku (raw material). Jenis limbah plastik di pirolisis jadi minyak bakar (heavy oil) dengan sampah kering sebagai sumber kalor proses gasifikasi. Demikian halnya jenis organik dapat dijadikan biogas ( bahan bakar genset pembangkit energy listrik) serta pupuk organik. Jika minyak bakar dan biogas dihabiskan sebagai pemenuhan energi suatu skala Tempat Pengolahan Sampat (TPS) skala kawasan, output netto adalah pupuk organik yang sangat diyakini menjadi modal besar guna membangun pertanian kota ( urban farming).
BalasHapus