Inilah gambar TPA Leuwigajah, yang pada 21 Februari tahun 2005 lalu menghebohkan dunia karena, kok bisa tumpukan sampah di TPA ini longsor dan menyebabkan kematian lebih dari 200 jiwa manusia. Derita manusia akibat tragedi Leuwigajah belum berakhir, namun tetap banyak kota mencari TPA, walaupun sulit karena lahan yang memiliki akses dekat kota tempat dihasilkan sampah akan makin mahal dan banyak penduduk di sekitarnya. Trauma kematian di TPA Leuwigajah telah menyadarkan masyarakat akan bahaya dari ancaman longsor, ledakan gas methan, bau sampah tiap hari dan tercemarnya air tanah oleh cairan lindi meresap kedalam sumur penduduk serta ancaman penyebaran bibit penyakit lainnya dari sumber sampah, khususnya di TPA. Lalu, bagaimana sebuah kota tanpa TPA ? Mungkinkah ?
Dengan sulitnya mendapatkan lokasi TPA, sementara sistim pengelolaan sampah di berbagai kota masih cara kumpul angkut buang dan tentu akan bergantung pada lokasi pembuangan, kini terdapat keterbatasan kemampuan Pemerintah Kota dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Keadaan ini telah memberikan peluang usaha baru bagi kelompok usaha mikro maupun koperasi di wilayah RT/RW guna memanfaatkan sampah menjadi barang daur ulang ( recycle) seperti barang alat rumah tangga, mainan anak, kompos maupun kriya kerajinan (handicraft). Pengusahaan daur ulang sampah menjadi barang berharga akan memberi manfaat guna meningkatkan kesehatan dan keindahan kota, mengisolasi penyebaran bau tidak enak (polusi) di lokasi TPS serta mengatasi penumpukan sampah sebagai akibat dari sarana angkutan sampah selama ini yang kurang efektif dan efisien. Disamping manfaat diatas, secara jangka panjang, usaha pengolahan sampah secara swakelola akan memberikan insentif ekonomi kepada semua pihak yang berperanan sehingga merupakan pendorong bagi perobahan kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan, keengganan petugas membawa sampah ke TPS tepat waktu serta kebiasaan masyarakat memperlakukan sampah yang suka buang dimana saja menjadi lebih berdisiplin.

Unit usaha ini, selanjutnya disebut Instalasi Pengolahan Sampah Kota (IPSK), berorientasi pada layanan dan kepuasan publik guna mendapat keuntungan secara wajar dan memberi perluasan kesempatan kerja serta mengurangi pengangguran. Instalasi pengelolaan sampah kota berada di dekat lokasi lingkungan masyarakat, tempat dihasilkan dan sampah berada. Instalasi dilengkapi dengan alat pengolahan sampah berupa :
1. Mesin pencacah untuk fungsi mengecilkan ukuran material serta metoda pengomposan akan menggunakan Komposter Rotary Klin dengan mengolahnya secara fermentasi menjadi kompos,
2. kendaraan bermotor Roda Tiga ( berdaya 100 – 150 CC ) untuk fungsi pengumpulan dan pengangkutan serta,
3.fasilitas pengelolaan berupa lokasi di sekitar TPS, fasilitas pengemasan kompos serta pengumpulan bahan-bahan an-organik.
Pertama, semua jenis sampah rumah tangga ( plastik, kertas, logam, sisa makanan, potongan sayuran, kulit buah, sisa ikan dan daging) dikumpulkan melalui motor keliling sebagaimana berjalan di level RW saat ini.
Kedua, Kemudian campurkan penggembur ( balking agent ) Green Phoskko® sebanyak 1-3 % dari jumlah sampah atau setara dengan 10-30 kg untuk 1000 kg sampah organik - seukuran Rotary Klin RKM 1000L dan aduk hingga merata dengan menggerakan pedal pengayuh yang tersedia selama 10-20 menit.
Ketiga, saat terjadinya proses penyerapan penggembur ( balking agent ) kedalam bahan sampah, dilain tempat ( baskom atau ember ke-2) disiapkan larutan mikroba aktivator Green Phoskko® (Compost -Activator). Caranya, ambil 2,5 kg mikroba aktivator kompos dan larutkan dalam air sebanyak 10 - 20 liter atau sesuaikan dengan perkiraan kelembaban adonan sampah yang akan diolah. Buat larutan merata, dengan beberapa kali mengaduknya, serta kemudian bisa langsung disiramkan kepada tumpukan bahan atau sampah dalam Bio komposter tadi - yang telah diaduk dengan penggembur ( langkah 2 diatas tadi) secara perlahan, sedikit demi sedikit atau terlebih dahulu simpan 2-4 jam akan lebih baik lagi.

Kelima, pada hari ke 5- 6, reaksi dekomposisi dalam Rotary Klin akan selesai dan saat tersebut sampah bisa dikeluarkan dengan cara memutarnya dengan pintu mengarah kebawah/ lantai . Sampah terdekomposisi tersebut masih basah, lengket dan lembab
sehingga guna membuat kering perlu disimpan di tempat teduh ( tanpa sinar matahari) namun tetap kena angin serta tutup dengan karung kemasan untuk diangin-anginkan. Maka dalam beberapa hari kemudian (umumnya 3-5 hari) sampah terdekomposisi yang asalnya basah akan menjadi kering dan gembur. Sampai tahap ini, tujuan mereduksi sampah dari kamba ( voluminess) dan bau akan tercapai karena sampah terdekomposisi hanya akan tinggal 10- 20% saja dibanding volume sebelumnya. Disamping terduksi, sampah terdekomposisi akan kering, gembur dan tidak berbau lagi.


Dengan paket IPSK akan berperanan besar dalam membantu mengatasi pengelolaan sampah kota di Indonesia.
Sebagai misal, bagi ukuran Kota Bandung dengan volume sampah 7500 m3 akan diperlukan 1500 unit Biophosko dengan masing-masing 5 m3/ hari atau 7500 unit untuk mengolah selama 5 hari terus menerus. Bagi sebuah kota akan menjadi pilihan apakah menginvestasikan uangnya bagi model TPA dengan resiko penolakan warga sekitar ataukah mengembangkan IPSK di kawasan RW/ Komplek Perumahan secara terdesentralisasi ?

Sementara bagi pemerintah kota, IPSK akan memberi manfaat dengan penyerapan tenaga kerja bagi 10 karyawan, terdapatnya banyak pengelola yang bersaing memberikan layanan terbaik karena persaingan dalam suatu keadaan sesuai mekanisme pasar, terdapatnya peluang usaha baru skala UKM bagi ribuan UKM dan dengan itu Kota akan bersih.
Kini, pada skala 1 unit / 5 hari atau lebih kecil dari model IPSK @ 5 Unit, tengah dikembangkan di kabupaten Bandung . Dengan 5 unit Rotary Klin telah berjalan pembuatan kompos, yang digemari para petani. Dalam model ini, berbeda dengan tatacara diatas, yakni dengan memisahkan terlebih dahulu antara organik dan an-organik karena ditujukan khusus membuat kompos yang baik.
berapa banyak keperluan investasi mesin Rotary Kiln bagi suatu kota ? apakah lebih murah dibanding dengan pengadaan TPA sampah ?
BalasHapussatu instalasi Rotary Kiln terdiri 5 tabung kaps terbesar saat ini 2 ton atau 6 m3/ batch. Jika sampah kota kecil timbulkan sampah 250 ton/ hari, akan diperlukan 125 Instalasi. Dengan harga sekitar Rp 150 jt/ Instalasi, investasi diperlukan/ kota adalah Rp 18,75 milyar ( diluar bangunan tanpa dinding sekitar 100 m2/ lokasi instalasi).
BalasHapusSetelah investasi mesin, biaya angkut sampah yang selama ini berlangsung dapat direlokasi kepada biaya pengolahan sampah menjadi kompos dan sortasi anorganik.
Nilai investasi diatas maih setara dengan pembukaan TPA, namun Instalasi Rotary Kiln ini akan menghasilkan kompos dan aneka sampah anorganik.
Thanks for your personal marvelous posting!
BalasHapusI really enjoyed reading it, you might be a great author.
I will ensure that I bookmark your blog and definitely will come back sometime soon. I want to encourage you
to definitely continue your great posts, have a nice evening!